Analisis Puisi Jante Arkidam


PERWATAKAN TOKOH JANTE DALAM PUISI JANTE ARKIDAM KARYA AJIP ROSIDI BERDASARKAN PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA.
Oleh: Mega Purnama

PENDAHULUAN
Pembelajaran sastra Indonesia saat ini sudah bisa dirasakan oleh anak-anak dibangku sekolah dasar sampai mahasiswa di perguruan tinggi. Dengan masing –masing tingkat kesulitan yang berbeda, para pelajar dapat memperoleh sastra. Sampai nantinya pada tingkat perguruan tinggi, mereka akan lebih fokus dan mendalam saat mempelajari sastra, khususnya untuk mahasiswa yang mengambil jurusan bahasa dan sastra Indonesia.
Dalam Bahasa dan Sastra Indonesia, berarti kita akan mengenal, mempelajari, mengakaji bahkan dapat menciptakan suatu karya berdasarkan sastra dan bahasa yang dimiliki bangsa Indonesia. Pada kalimat Bahasa dan Sastra Indonesia, kata bahasa pastilah sudah kita ketahui maknanya, yaitu bahasa nasional yang kita gunakan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun bagaimana untuk kata sastra sendiri, tidak semua orang pasti dapat mendefinisikannya. Jika kita lihat dalam KBBI edisi ketiga kata sastra memiliki arti,
bahasa (kata-kata, gaya bahasa)yang dipakai di kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). (KBBI, 2002: 1001)
Kata sastra ini merupakan peninggalan nenek moyang kita dari zaman dahulu, yang dikenal dengan susastra. Karena pada zaman dahulu bangsa Indonesia juga bergaul dengan orang Hindu, yang berbahasa Sansekerta. Kata kesustraan terdiri dari , su : artinya indah, baik, lebih berfaedah, sastra : artinya huruf atau buku, jadi kesusastraan yaitu kumpulan buku-buku yang indah dan baik isinya. Sedangkan menurut Rene Wellek diartikan sebagai,
kegiatan kreatif sebuah karya seni yang bentuk dan ekspresinya imajinatif (Rene Wellek dalam Teori Sastra, 1996:7).
Definisi sastra pun ikut berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini sastra telah menjadi bagian dari pengalaman hidup manusia, baik itu dari aspek manusia yang memanfaatkannya untuk pengalaman hidupnya, maupun dari aspek penciptaannya yang mengekspresikan pengalaman batinnya ke dalam karya sastra.
Sastra melahirkan suatu karya. Karya sastra merupakan suatu hasil kreativitas yang mengandung nilai tertentu. Pernyataan yang paling awal dikemukakan oleh Horace, yakni dulce et utile (bermanfaat dan menghibur). Dapat dilihat dari pernyataan Horace ini mengandung sebuah makna, yaitu kata dulce bermakna bermanfaat, maksudnya kegiatan membaca karya sastra itu bukan kegiatan yang tidak membuang waktu, sedangkan kata utile bermakna menghibur, maksudnya dengan sastra dapat membuat kita merasa terhibur dan memberikan kesenangan. Jadi selain menghibur, karya sastra juga memiliki manfaat bagi pembaca dan peminatnya.
Jika dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas empat bentuk yaitu, prosa, puisi , prosa liris , dan drama. (Kinayati dan Noldy, 2008 : 28). Dari ragam sastra di atas, pada kesempatan ini penulis memfokuskan pada sastra puisi. Terciptanya puisi merupakan hasil pernyataan atau ungkapan dari seorang penyair. Pernyataan itu dapat berisi pengalaman batinnya sebagai hasil kreatif terhadap objek yang digunakannya. Lalu apa itu puisi?
Puisi merupakan ekspresi pengalaman batin (jiwa) penyair mengenai kehidupan manusia, alam dan Tuhan melalui media bahasa yang estetik yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya, dalam bentuk teks yang dinamakan puisi. (Teori Sastra, 1996: 80)
Dalam penciptaan sebuah puisi, pastinya terdapat hubungan yang erat antara kepribadian dan kehidupan pengarang dengan karya sastra yang dihasilkannya. Tak jarang penyair dalam puisinya, memunculkan tokoh utama sebagai media penyampaian pesan terhadap pembacanya. Melalui perwatakan tokoh, penyair berusaha menceritakan suatu hal yang ingin disampaikannya. Begitu juga pada puisi Jante Arkidam karya Ajip Rosidi. Puisi karya Ajip merupakan puisi yang bercerita. Maksudnya, puisi ini memiliki alur peristiwa yang membentuk sebuah cerita. Jika berbentuk cerita, tentunya tak lepas dari keberadaan tokoh yang membangun jalannya cerita. Adapun tokoh utama dalam puisi ini yaitu Jante. Berkisah tentang kehidupan seorang Jante yang disegani bahkan ditakuti semua orang. Perwatakan yang dimiliki tokoh Jante ini dapat kita lihat menggunakan pendekatan psikologi sastra yang akan penulis analisis.


TEORI
Untuk menganalisis perwatakan tokoh Jante dalam puisi Jante Arkidam karya Ajip Rosidi ini, penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra. Psikologi berasal dari bahasa Yunani ‘psyche’ yang artinya jiwa, dan ‘logos’ yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologis (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya. Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia. Melalui tinjauan psikologi ini akan nampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk menghidangkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya atau paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia (http://massofa.wordpress.com/2011/10/06/bab-ii-landasan-teori-analisis-psikologi-sastra/).
Ilmu psikologi kini juga digunakan oleh sastra sebagai suatu pendekatan. Pendekatan yang digunakan untuk melihat suatu karya sastra dari sisi psikologinya.
Psikologi sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Perhatian dapat diarahkan kepada pengarang, pembaca, atau pada teks sastra. (Hartoko, 1996: 126).
Antara psikologi dengan sastra, keduanya memiliki hubungan fungsional karena memiliki kesamaan yaitu mempelajari keadaan kejiwaan seseorang. Yang membedakan keduanya yakni gejala yang tampak dalam psikologi merupakan gejala nyata, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.
Berkaitan dengan psikologi, ada seorang tokoh psikologi yaitu Sigmund Freud, ia menjelaskan suatu teori yang diberi nama teori kepribadian psiko-analisis. Teori ini menekankan penyelidikan pada proses kejiwaan dalam ketidaksadaran manusia. Struktur kepribadian ini terdiri dari tiga sistem yaitu, 1) Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem asli dalam kepribadian, dari sini aspek kepribadian yang lain tumbuh. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir dan yang menjadi pedoman, 2) Ego adalah adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam berfungsinya ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas. Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi serta cara-cara memenuhinya, 3) Super ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Super ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Jadi super ego cenderung untuk menentang id maupun ego dan membuat konsepsi yang ideal.
Kata psikologi yang banyak dikatakan pada penjelasan di atas tidak akan berguna apabila tidak ada manusia sebagai objeknya. Dalam hal ini, seorang tokoh lah yang nantinya akan dikupas perwatakannya melalui psikologi/kejiwaannya. Menurut (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995: 65) tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita. Dapat dilihat dari pernyataan ini, bahwa peran tokoh dalam suatu cerita sangatlah penting. Perwatakan tokoh juga akan muncul saat si tokoh melakukan ucapan ataupun tindakan yang dilakukannya. Berkaitan dengan perwatakan tokoh, kita mengenal tiga dimensi yaitu dimensi fisiologis, psikologis dan sosiologis. Ketiga dimensi ini menjelaskan bagaimana perwatakan tokoh itu timbul. Jika dilihat dari dimensi yang pertama yaitu dimensi fisiologis, berdasarkan dimensi ini watak tokoh akan terlihat dari ciri fisiknya, misalnya dari jenis kelamin, keadaan tubuhnya, usia, dan lain-lain.
Dimensi kedua yaitu psikologis. Berbeda dengan dimensi fisiologis yang melihatnya hanya dari segi fisik tokoh. Dimensi psikologis ini lebih mengenai kondisi kejiwaan dari si tokoh. Bagaimana latar belakang kejiwaannya, dilihat dari temperamen, keinginan, emosi, perasaan pribadi, dan lain-lain. Dimensi ketiga yaitu sosiologis. Dimensi ini berada di luar diri si tokoh, maksudnya jika pada kedua dimensi di atas lebih cenderung pada internal tokoh, dimensi sosiologis ini justru berasal dari luar (eksternal). Bagaimana watak tokoh dapat terbentuk dari ciri kehidupan bermasyarakatnya. Misalnya seperti status sosial, pekerjaan, jabatan ataupun peran dalam masyarakat, pendidikan, ideologi, agama, ataupun suku bangsa.
Berdasarkan ketiga dimensi inilah penulis akan menganalisis perwatakan tokoh Jante dalam puisi Jante Arkidam karya Ajip Rosidi. Diharapkan dengan menggunakan ketiga dimensi ini, nantinya dapat terlihat bagaimana dimensi fisik, psikologi dan sosial yang saling mempengaruhi dan membentuk sebuah perwatakan, perwatakan tokoh Jante.


PEMBAHASAN
Pada landasan teori sudah dijelaskan bahwa penulis menggunakan dimensi fisiologis, psikologis dan sosiologis dalam menganalisis perwatakan tokoh Jante. Pemunculan watak Jante dilihat dari dimensi fisiologis/fisik dapat kita lihat pada kutipan puisi.
Sepasang mata biji saga (1:1)

Pada kutipan puisi ini digambarakan bagaimana cirri fisik Jante dari indra penglihatannya yaitu mata. Digambarkan mata Jante seperti biji saga, yaitu biji buah yang berwarna merah, mengkilap dengan bercak hitam. Menandakan mata Jante yang terlihat garang.
Tajam tangannya lelancip gobang (1:2)
Gobang di sini berarti sebuah pedang. Jadi digambarkan tangan Jante selancip pedang yang tajam.
Lunak besi dilengkungkannya (2:2)
Tampak fisik Jante yang begitu kuat sampai-sampai besi pun dapat ia lengkung.
Bidang riap berbulu hitam (20:3)
Ruastulangnya panjang-panjang (20:4)
Digambarkan tubuh Jante yang masih tegap, dengan ruas tulang yang panjang dan berbidang dengan bulu dada hitamnya.
Selanjutnya yaitu dilihat dari dimensi psikologis/kejiwaan dapat kita lihat pada kutipan puisi.


Aku, akulah Jante Arkidam
Siapa berani melangkah kutigas tubuhnya batang pisang
Tajam tanganku lelancip gobang
Telah kulipat rujibesi (8: 1-4)
Tampak kondisi emosi Jante yang meluap-luap. Dengan beraninya ia menantang siapa saja yang bisa melawannya. Dengan sombong ia juga memamerkan kalau dia baru saja melipar ruji besi penjara.
Digisiknya mata yang sidik
Mantrapolisi, tindakanmu betina punya !
Membokong orang yang nyenyak” (13: 1-3)

Arkidam diam dirante kedua belah tangan
Dendamnya merah lidah ulartanah (14: 1-2)
Kondisi psikis Jante yang mudah marah, temperamen terlihat pada kutipan ini. Jante begitu kesal karena ia ditangkap saat dia dalam keadaan tidak sadar akibta mabuk. Jante marah, lantas ia menghina tindakan yang dilakukan para mantrapolisi itu, yang dianggapnya sebagai tindakan pengecut. Saat kedua tangannya dirantai Jante hanya terdiam, menyimpan dendam yang besar.
Datang siapa yang jantan
Kutunggu di atas ranjang” (24: 1-2)
Terlihat kembali bagaimana kondisi psikisnya mudah terpancing. Lagi-lagi Jante menyombongkan diri, menantang semua orang.
Digelengkannya kepala yang angkuh
Sekejap Jante telah bersanggul (32: 1-2)

Jante?Tak kusua barang seorang
Masih samar di lorong dalam” (34: 1-2)

Jangan hadang jalanku
Pasar kan segera usai !” (36: 1-2)
Diceritakan pada saat itu, Jante merubah dirinya sebagai sosok wanita dengan menggunakan sanggul di kepalanya. Yang sebelumnya dia berwatak yang kejam, galak, berfisik kelaki-lakian, dengan sekejap ia bisa mengubah semua kepribadiannya itu menjadi seorang wanita yang begitu lemah lembut. Betapa cerdiknya si Jante, sampai orang-orang yang mengejarnya tidak sadar bahwa yang mereka temui itu adalah dirinya.
Untuk dimensi yang terakhir yaitu dimensi sosiologis, dapat kita lihat dalam kutipan puisi berikut.
Tubuhnya lolos ditiap liangsinar
Arkidam, Jante Arkidam (2: 1-2)

Sebelum habis hari pertama
Jante pilin ruji penjara
Dia minggat meniti cahaya (15: 1-3)
Sosok Jante yang di lingkungan sekitarnya terkenal sakti sehingga ia bernama Jante Arkidam yaitu seorang jagoan (atau bisa disebut preman atau residivis) yang sangat disegani dan ditakuti. Terlihat bahwa dia seorang residivis (yang dihukum karena kejahatan) yaitu lolosnya dia dari sinar patroli yang biasa ada dalam penjara. Sampai akhirnya Jante bisa keluar dari rujibesi dan melarikan diri.
Hidup kembali kalangan, hidup kembali penjudian
Jante masih menari berselempang selendang
Diteguknya sloki kesembilanlikur (11: 1-3)
Menggambarkan kondisi lingkungan pedesaan yang terdapat tempat perjudian beserta ronggeng penari atau penghibur. Kondisi sosial Jante bertipe seorang yang suka hiburan seperti itu, suka mabuk sampai-sampai dihabiskannya 29 gelas minuman.



Mulut mana yang tak direguknya
Dada mana tak diperasnya? (20: 1-2)

Telah terbenam beratus perempuan
Di wajahnya yang tegap ( 20: 5-6)
Memperlihatkan kehidupan Jante yang bebas dan pintar memikat hati perempuan dengan segala kelebihannya. Begitu banyak wanita yang sudah jatuh ke dalam pelukan Jante, sampai janda yang lakinya terbunuh oleh Jante, bisa jatuh ke pangkuannya. Selain sangar, terlihat juga sisi romantic Jante yang dapat dengan mudah memikat para wanita.

Jante Arkidam lolos dari kepunungan
Dan masuk ke kebun tebu (28: 1,3)

Lari dalam gelap
Meniti muka air kali
Tiba di persembunyiannya (40: 2-4)
Penggambaran latar yang berada di daerah pedesaan, terdapat perkebunan tebu dan ada sungai. Di lingkungan inilah Jante tinggal sebelumnya, sampai akhirnya ia harus kabur melarikan diri dan berhasil lolos dari pengejaran.


PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil analisis penulis menyimpulkan, bahwa dengan menggunakan dimensi fisiologis, psikologis dan sosiologis dapat terlihat perwatakan dari tokoh Jante. Ketiga dimensi itu memiliki kesinambungan, artinya satu sama lain juga mempengaruhi. Dari lingkungan sosial yang pedalaman, masih banyak perjudian, mabuk, ataupun wanita penghibur mepengaruhi keadaan psikis Jante. Dia menjadi urakan, hidup semaunya sampai menjadi preman yang disegani. Di dukung juga dengan kondisi fisiknya yang tegap, kuat, matanya yang tajam, dan kesaktiannya. Hal itu menambah perwatakan seorang Jante Arkidam yang garang, sangar yang ditakuti para lelaki, namun tidak pada kaum perempuan. Hal ini terbukti dari banyaknya para wanita yang jatuh ke dalam pelukan Jante. Mereka seakan terpesona akan charisma Jante yang gagah lagi sakti.


DAFTAR PUSTAKA

Djojosuroto, Kinayati dan Pelenkahu, Noldy. 2008. Teori Apresiasi dan Pembelajaran Prosa. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Hartoko, Dick dan Rahmanto. 1996. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kansius.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Zaidan, Abdul Rozak, dkk. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka
Zulfahnur, dkk. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Rekayasa Puisi Menjadi Cerpen

Analisis Fonem Bahasa Li Niha