Morfofonemik



Morfofonemik dengan Perubahan Peluluhan Fonem
dalam Proses Afiksasi
pada Rubrik  Nusantara; Koran Media Indonesia
Oleh : Mega Purnama


PENDAHULUAN


Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang paling utama. Dengan bahasa kita dapat berkomunikasi dengan sesama. Kita juga dapat mengutarakan perasaan ataupun keinginan kita kepada orang lain sehingga orang lain itu mengetahui apa keinginan kita. Salah satu kunci sukses dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa adalah ketepatan berbahasa. Penggunaan bahasa yang tidak teratur akan menyulitkan pembaca ataupun pendengar untuk memahaminya. Ketepatan dan keteraturan dalam berbahasa itu tentu memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang luas mengenai ilmu kebahasaan. Salah satu ilmu kebahasaan yang sangat penting dikuasai adalah morfologi (Alam Sutawijaya, dkk. 1996: 1).
Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk’. Dalam kajian linguistik, morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata’, sedangkan di dalam kajian biologi, morfologi berarti ’ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup’ (Chaer, 2008: 3). Kesamaan diantara kedua bidang kajian ini yaitu sama-sama mengkaji tentang bentuk, namun objek kajiannya yang berbeda. Jadi dapat dijelaskan bahwa morfologi adalah cabang dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk kata dan perubahannya serta dampak dari perubahan itu terhadap arti (makana) dan kelas kata.
Dalam proses pembentukan kata terdapat banyak proses yang digunakan, salah satu diantaranya yaitu proses morfofonemik.  Morfofonemik (disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah bidang kajian yang mempelajari proses perubahan bunyi yang ditimbulkan oleh pertemuan dua morfem atau lebih. Perubahan fonem tersebut terdiri dari beberapa jenis perubahan yaitu, pemunculan fonem, pelepasan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem, dan pergeseran fonem. Proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, infiks, sufiks, maupun konfiks (Harimurti, 1989: 183). Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa morfofonemik itu merupakan peristiwa fonologis yang terjadi akibat adanya proses morfologis. Dalam hal ini kita melihat adanya hubungan yang erat antara morfologi dengan fonologi. Hubungan yang erat itu diperlihatkan ketika fonologi dapat membantu memecahakan persoalan morfologi. Persoalan morfofonemik yang merupakan peristiwa morfologis tidak dapat dipecahkan tanpa bantuan fonologi.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dalam makalah ini akan melakukan analisis terhadap rubrik Nusantara dalam koran Media Indonesia, edisi tanggal 30 November- 6 Desember 2011. Diantara lima jenis perubahan fonem yang ada, penulis mengkhususkan melakukan analisis berdasarkan peluluhan fonem dalam proses afiksasi.


LANDASAN TEORI

Proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Proses morfofonemik dalam Bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks (Harimurti, 2009: 183).
Sedangkan menurut Chaer, morfologi (disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, reduplikasi, maupun proses komposisi. (Chaer, 2008: 43)
 Dapat dilihat dari kedua definisi ahli tersebut, bahwa Harimurti melihat proses morfofonemik ini hanya terjadi jika adanya pertemuan antara morfem dasar dengan realisasi afiks, berbeda dengan Chaer yang melihat bagaimana perubahan bunyi atau fonem ini dari proses morfologi selain afiksasi.
Kata morfofonemik sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kata morfo (morfologi) dan fonemik. Seperti yang kita ketahui bahwa pembahasan mengenai fonemik terdapat dalam bidang kajian Fonologi. Fonologi merupakan ilmu tentang bunyi, yang mencakup segi bunyi bahasa, baik yang bersangkutan pembentukan bunyi, bunyi sebagai getaran udara, dan bunyi yang terdengar (dikaji oleh fonetik) maupun yang bersangkutan dengan fungsi bunyi dalam komunikasi (dikaji oleh fonemik). Dari sini timbul sebuah pertanyaan, mengapa sub bidang ilmu fonemik bisa bergabung dengan morfologi? Kenapa fonetik tidak?. Jawaban dari pertanyaan tersebut yaitu, karena dalam fonemik aspek yang dikajinya adalah bunyi-bunyi ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda makna dalam komunikasi. Jadi antara morfologi dan fonologi sangat berkesesuaian, dimana morfologi ilmu yang mengkaji bagaimana terjadinya sebuah kata/pembentukan kata dapat dibantu oleh fonemik, bagaimana pengaruh perubahan suatu bunyi pada makna kata. Misalnya saja kata salib dan salip, perbedaan fonem [b] dan [p] di akhir kata ini dapat mengakibatkan makna yang berbeda antara keduanya, walaupun secara samar bunyi akhir dari kata itu nampak sama.
Dalam prosesnya, morfofonemik juga memiliki beberapa jenis perubahan fonem yang terjadi akibat pertemuan dengan morfem. Menurut Chaer, ia membagi  jenis perubahan fonem menjadi proses pemunculan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem, pergeseran fonem. (Chaer, 43-45)
Berbeda dengan Harimurti yang membagi menjadi, pemunculan fonem, pengekalan fonem, pemunculan dan pengekalan, pergeseran fonem, perubahan dan pergeseran fonem, pelesan fonem, peluluhan fonem, penyisipan fonem secara historis, pemunculan fonem berdasarkan pola bahasa asing, variasi fonem bahasa sumber. (Harimurti, 2009: 185)
Dalam penggunaan landasan teori pada makalah ini, penulis menggunakan teori menurut Abdul Chaer disebabkan karena perumusan teorinya sederana dan mudah untuk dipahami. Di atas sudah dibahas bahwa Chaer membagi jenis perubahan fonem berkenaan dengan proses morfofonemik, berikut penjelasan terincinya:
1)      Pemunculan fonem, yakni munculnya fonem (bunyi) dalam proses morfologi yang pada mulanya tidak ada. Misalnya dalam proses pengimbuhan prefiks me- pada dasar baca, akan memunculkan bunyi sengau [m] yang semula tidak ada.
me + baca ® membaca
2)      Pelesapan fonem, yakni hilangnya fonem dalam suatu proses morfologi. Misalnya, dalam proses pengimbuhan prefiks pada dasar renang, maka bunyi [r] yang ada pada prefiks ber- dilesapkan. Juga, dalam proses pengimbuhan “akhiran” wan pada dasar sejarah, maka fonem [h] pada dasar sejarah dilesapkan.
sejarah + wan ® sejarawan
3)      Perubahan fonem, yakni ‘berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat terjadinya proses morfologi. Misalnya dalam pengimbuan prefiks ber- pada dasar ajar terjadi perubahan bunyi. Dimana fonem [r] berubah menjadi fonem [l].
ber + ajar ® belajar
4)      Pergeseran fonem, yaitu berubahnya posisi sebuah fonem dari satu suku kata ke dalam suku kata yang lainnya. Misalnya dalam pengimbuhan sufiks –i pada dasar lompat, terjadi pergeseran dimana fonem [t] yang semula berada pada suku kata pat menjadi berada pada suku kata ti.
Lompat + I ® me.lom.pa.ti
Demikian juga dalam pengimbuhan sufiks –an pada dasar jawab. Fonem [b] yang semula berada pada suku kata wab berpindah menjadi berada pada suku kata ban.
               Ja.wab + an ® ja.wa.ban

Selanjutnya yang terakir adalah Peluluan fonem yang menjadi pembahasan dalam makalah penulis.
5)      Peluluhan fonem, yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain dalam suatu proses morfologi. Misalnya, dalam pengimbuhan prefiks me- pada dasar sikat, maka fonem [s] pada kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan atau bisa dikatakan digantikan dengan fonem nasal [ny] yang ada pada prefiks me- itu.
me + sikat ® menyikat

Dalam proses peluluhan fonem juga terdapat beberapa syarat ketentuan, bahwa pada bentuk dasar yang diawali dengan konsonan [s] diluluhkan dengan nasal [ny], konsonan [k] diluluhkan dengan nasal [ng], konsonan [p] diluluhkan dengan nasal [m], dan konsonan [t] diluluhkan dengan nasal [n].


PEMBAHASAN

Dapat dijelaskan pada tabel kerja terdapat beberapa kolom yaitu kolom kalimat, kolom afiks + kata dasar, kolom fonem, kolom syarat, dan kolom keterangan. Untuk kolom kalimat berisikan kalimat-kalimat yang berasal dari Koran Mrdia Indonesia sesuai tanggal edisinya yang di dalamnya terdapat kata yang mengalami proses peluluhan fonem. Lalu pada kolom afiks + kata dasar, di sini digambarkan bagaimana proses kata dasar yang mendapat afiksasi. Kolom berikutnya berisikan fonem, fonem dari kata dasar yang akan mengalami peluluhan. Selanjutnya dari kolom fonem berlanjut ke kolom syarat, di sana fonem tadi akan di sesuaikan dengan syarat atau ketentuan suatu fonem dapat diluluhkan menjadi apa, misalnya konsonan [t] diluluhkan dengan nasal [n]. Terakhir yaitu kolom keterangan, berupa penjelasan bahwa kata dasar setelah digabungkan dengan afiks akan mengalami peluluhan yang akan menghasilkan kata baru dengan makna yang berbeda.
Dapat dilihat pada tabel kerja, bahwa fonem [p], [t], [k], dan [s] banyak muncul pada kata dasar yang dapat mengalami proses peluluhan. Dalam fonologi kelompok [p,t,k, dan s] termasuk ke dalam bunyi tak bersuara. Peluluhan fonem terjadi apabila prefiks me- diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan [p,t,k,s]. Dalam hal ini konsonan [s] diluluhkan dengan nasal [ny], konsonan [k] diluluhkan dengan nasal [ng], konsonan [p] dilulukan dengan nasal [m] dan konsonan [t] diluluhkan dengan nasal [n]. Pada tabel kerja, kata yang menggunakan me- (me-kan, me-i) yaitu kata menarik, mengeluhkan, mengatakan, memutar, menemukan, menurunkan, memastikan, memasang, mengirim, menenggelamkan, memikul, meniru, menolak, memenuhi, menyambut, menyokong, memoles, mengemas, menyetujui, menerima, menuai, menunggu, mengurangi, mengutip, mengecil, mengukuhkan, memutarkan, memadukan, memecah, menandakan, menyelesaikan, mengurangi, menyediakan, menargetkan, menipis, menyulitkan, mengawal, memeriksa, menerjunkan, menampilkan, menerima. Jumlah terdapat 41 kata yang menggunakan prefiks me-. 
Begitu juga dengan peluluhan fonem apabila prefiks pe- (atau pe-an) diimbuhkan pada bentuk dasar yang diawali dengan konsonan [s,k,p,t]. Dalam hal ini konsonan [s] diluluhkan dengan nasal [ny], konsonan [k] diluluhkan dengan nasal [ng], konsonan [p] dilulukan dengan nasal [m] dan konsonan [t] diluluhkan dengan nasal [n]. Pada tabel kerja, kata yang menggunakan pe- (atau pe-an) yaitu kata pengelolaan, pengembangan, penyelam, pemasangan, penarikan, penumpukan, penarik, penguatan, penari, penyimpanan, penolong, pengendara, penundaan, penyidik, penanaman, pengelolaan, penyidikan, pemantauan, penyerahan, penyelam, pemantau, pengelolaan. Jumlah terdapat 22 kata yang menggunakan prefiks me-. 
Terlihat dari perolehan data, bahwa peluluhan fonem dalam proses pengimbuhan prefiks me- lebih banyak muncul dalam Koran Media Indonesia pada Rubrik Nusantara edisi 30 November sampai 6 Desember 2011 dibandingkan peluluhan fonem dalam proses pengimbuhan prefiks pe-.

  


PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan tabel kerja dengan data yang diperoleh dari Koran Media Indonesia pada Rubrik Nusantara edisi 30 November sampai 6 Desember 2011, peluluhan fonem terjadi apabila kata dasar yang diawali dengan konsonan [p, t, k, s] mendapat proses afiksasi. Proses afiksasi yang ada pada data yaitu prefiks me-, pe- , konfiks pe-an, me-kan, dan me-i. Dapat diartikan bahwa peluluhan fonem ini hanya dapat terjadi pada proses pengimbuhan me- dan pe-, karena untuk prefiks lain seperti ber-, ter-, se-,dll, memang tidak muncul dan kalaupun muncul akan menjadi tidak cocok ataupun sesuai digunakan dalam petuturan.
Kemunculan prefiks me- pada tabel kerja menunjukkan jumlah paling banyak yaitu dengan jumlah 41 kata yang menggunakan prefiks me-. Dibandingkan dengan jumlah prefiks pe- hanya berjumlah 22 kata yang menggunakan prefiks pe-.
Dalam proses peluluhan fonem juga terdapat beberapa syarat ketentuan, bahwa pada bentuk dasar yang diawali dengan konsonan [s] diluluhkan dengan nasal [ny], konsonan [k] diluluhkan dengan nasal [ng], konsonan [p] diluluhkan dengan nasal [m], dan konsonan [t] diluluhkan dengan nasal [n].






DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
HP, Achmad. 2007. Materi Ajar Fonologi Seri Fonetik. Jakarta.
Husen, Akhlan dan Yayat Sudaryat. 1996. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Media Indonesia, 30 November 2011
---------------------, 1 Desember 2011
---------------------, 2 Desember 2011
---------------------, 3 Desember 2011
---------------------, 4 Desember 2011
---------------------, 5 Desember 2011
---------------------, 6 Desember 2011
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Roekhan dan Martutik. 1991. Kebahasaan 1 (Linguistik Umum). Malang: Y A3 Malang.
Sutawijaya, Alam, dkk. 1996. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Puisi Jante Arkidam

Rekayasa Puisi Menjadi Cerpen

Analisis Fonem Bahasa Li Niha