Perempuan Kembang Jepun
Oleh : Mega Purnama
Identititas Buku
Judul Buku : Perempuan Kembang Jepun
Penulis : Lang Fang
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2006
Tebal : 288 hlm, 20 cm
ISBN : 978-979-22-2404-7
Novel karya Lan Fang ini menceritakan tentang kehidupan
atau lika-liku hidup dari seorang geisha asal Jepang. Novel ini menarik, karena
dalam proses ceritanya masing-masing tokoh dibiarkan untuk bercerita sendiri.
Cerita ini diawali dengan tokoh utama yaitu Matsumi yang bekerja sebagai geisha
asal Jepang. Sampai pada penawaran untuk Matsumi pergi ke Indonesia oleh Shosho
Kobayashi. Matsumi pun menyetujui penawaran itu, lalu ia masuk Indonesia
melalui Surabaya. Karena pada waktu itu tidak ada perempuan Jepang yang menjadi
geisha di luar negerinya karena jika ada hal ini akan menurunkan kehormatan
Jepang , maka Matsumi menyamar sebagai Tjoa Kim Hwa. Di Surabaya, Matsumi
bekerja di tempat hiburan milik Hanada-San. Ia bertugas melayani
Shoso-Kobayashi dan tamu-tamu penting lainnya.
Lalu sampailah pada pertemuan antara Matsumi dengan
Sujono. Sujono adalah seorang buruh angkat kain di toko milik saudagar Cina,
Babah Oen. Pekerjaan inilah yang mempertemukan Sujono dengan Matsumi, karena
tugas Sujono salah satunya yaitu mengangkut kain ke tempat hiburan dimana
Matsumi bekerja. Berawal dari hanya sekedar memandang, lambat laun Sujono pun
menjadi sangat tertarik dengan Matsumi. Hasratnya pun semakin menggebu, dan
berkeinginan untuk bisa tidur dengan Matsumi. Keinginannya pun tercapai, dan
berlanjut dengan pernikahan.
Matsumi pun kemudian hamil, dan ia memilih untuk berhenti
bekerja di tempat hiburan itu karena dia akan tinggal bersama Sujono yang
dikiranya akan dapat membuatnya bahagia. Saat itu Matsumi sudah mengetahui
bahwa Sujono sudah beristri yaitu Sulis. Sulis adalah seorang penjual jamu
gendong yang dulunya sering mampir menawarkan jualannya di toko Babah Oen,
Sujono pun berhubungan dengan Sulis hingga ia hamil maka Sujono dipaksa untuk
mengawininya.
Matsumi melahirkan seorang anak perempuan yang ia beri
nama yaitu Kaguya. Namun perjalanan cinta antara Matsumi dan Sujono tidaklah
berjalan mulus. Mulai timbul lah permasalahan yang disebabkan Sujono yang malas
bekerja dan maunya dilayani terus oleh Matsumi dan yang dipirkannya hanyalah
seks. Sampai cinta Matsumi ini berubah menjadi benci karena sikap Sujono ini.
Saat situasi di Surabaya kacau karena kekalahan Jepang
dari sekutu dan mengharuskan tentara Jepang meninggalkan Indonesia, Matsumi pun
turut melarikan diri kembali ke kampung halamannya. Kaguya tidak ia bawa karena tidak memiliki dokumen apapun, tetapi
dititipkan di panti asuhan namun diambil kembali oleh Sujono dan tinggal
bersama keluarganya (bersama Sulis). Sujono juga mengganti nama Kaguya menjadi
Lestari karena takut terjadi sesuatu pada anaknya.
Selama tinggal bersama keluarga Sujono, Lestari
mendapatkan perlakuan buruk dari ibu tirinya yaitu Sulis. Perlakuan terkutuk
pun dilakukan oleh kakak tiri Lestari. Ia memperkosa Lestari. Karena selalu
mendapat perlakuan kejam, Sujono dan Lestari pindah ke tempat tinggalnya yang
dulu saat bersama Matsumi.
Sujono sadar bahwa dia sudah salah besar karena telah
tidak peduli pada Matsumi, padahal ia sangat mencintainya. Perbuatan itu pun ia
tebus dengan merubah sikapnya. Ia giat bekerja siang dan malam untuk Lestari.
Lambat laun dirumah itulah Lestari mendirikan panti asuhan yang diperuntukkan
bagi anak-anak yang kehilangan atau diterlantarkan oleh orangtuanya. Suatu
saat, anak asuh Lestari yang bernama Maya berhubungan dengan seorang lelaki
asal Jepang. Melihat hal ini Lestari sangat tidak suka. Higashi nama lelaki
itu, datang ke panti asuhan itu dengan membawa serta ibu angkatnya. Dan
ternyata, ibu angkat dari Higashi ini adalah Matsumi, ibu kandung dari Lestari.
Novel ini
memberikan kemudahan bagi pembacanya untuk mengetahui karakter tokoh yang ada.
Dengan pemilihan kata yang indah dan menyentuh, menjadikan novel ini seakan
mampu mencampur aduk perasaan para pembaca. Jika dilihat dengan pendekatan
feminimisme, memang sangatlah cocok untuk novel ini. Bagaimana tidak, disini si
penulis membuat bangkit jiwa para perempuan yang membacanya. Dengan kesedihan,
perasaan, sampai perlakuan yang tidak pantas dilakukan oleh para lelaki sangat
memancing sifat feminimisme itu. Penulis benar-benar sukses untuk membuat para
pembaca khusunya perempuan menjadi berapi-api.
Comments
Post a Comment