Maafkan Aku
Ketika Jari-jari
Bunga Terluka
Karya: Sapardi Djoko Damono
Ketika jari-jari bunga terluka
Mendadak terasa betapa sengit cinta kita
Cahaya bagai kabut, kabut cahaya
Di langit menyisih awan hari ini
Di bumi meriap sepi yang purba
Ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata
Suatu pagi, di sayap kupu-kupu
Di sayap warna, suara burung
Di ranting-ranting cuaca
Betapa parah cinta kita
Mabuk berjalan diantara jerit-jerit bunga rekah
Ketika jari-jari bunga terluka
Mendadak terasa betapa sengit cinta kita
Cahaya bagai kabut, kabut cahaya
Di langit menyisih awan hari ini
Di bumi meriap sepi yang purba
Ketika kemarau terasa ke
bulu-bulu mata
Berikut Hasil Rekayasa Puisi Menjadi Cerpen
Maafkan Aku
Oleh: Mega Purnama
Tujuh tahun sudah usia pernikahanku
dengan mas Sandi. Usia yang memang sudah terlihat matang. Dari pernikahanku
ini, aku dianugerahi tiga anak. Gadis, Angga, dan Fiona. Mas Sandi sangat
sayang padaku dan ketiga anaknya. Setiap akhir pekan, mas Sandi pasti
meluangkan waktunya untuk tamasya bersama keluarga. “Papa kita mau kemana hari
ini”, ucap si bungsu Fiona. “Berenang
aja yuk, mau nggak?”. “Iah ayah Fiona mau, tapi kolam renangnya yang banyak mainannya
yah ayah, kayak Anis waktu itu yah, Adek belum pernah kesana”. “Iah sayang,
yaudah kamu siap-siapin baju renangnya yah, jangan lupa kasih tau mba Gadis
sama mas Angga”. “Oke papa”. Dengan usianya yang baru 5 tahun, Fiona terbilang
anak yang aktif dan pintar. Walau sifat kekanak-kanakannya masih menonjol.
***
“Mba..mba, kata ayah kita mau berenang
loh mba, ayo mba siap-siap”. “Tau nggak mba, kita mau berenang di tempat yang
kayak Anis cerita waktu itu sama aku mba, yang banyak mainannya mba”.
“Iah...iah...yaudah mba siap-siap”. Setelah memberitahu Gadis, Fiona kini
berpindah ke kamar Angga. “Mas..Angga bangun, ayo cepetan, ayah mau ngajak
berenang, mas Angga jangan tidur mulu nanti malah nggak jadi loh”.
“Emmh...bentar lagi ah na, mas masih ngantuk”. “Ahh..mas, mba Gadis sama Na dah
siap”. Karna Angga tak beranjak bangun, Fiona mencoba menarik selimut dari
Angga, dan menyeret tubuh Angga dari kasur. “Mas...ayo...mas”. “Ah..iah..iah
mas bangun”. “Ok, cepet yah mas siap-siap nya”. Fiona semakin tak sabar sekali
ingin segera sampai disana.
***
Kami semua bersenang-senang disana.
Fiona lah yang tampak sangat menikmatinya. Dari satu wahana air ia pindah ke
wahana lainnya. Cukup kewalahan Angga dan Gadis menuruti kemauan Fiona. Dirasa
cukup hari ini, mereka semua pun pulang. Karna letih, setibanya dirumah Fiona
pun langsung tertidur pulas. “Fiona mana mba?”, tanyaku. “Tidur mah, kecapean
dia mah langsung tidur deh tuh”. Oyaudah, kamu jangan lupa baju bekas renangnya
nanti di cuci yah”. “Ia ma, jawab Gadis.
***
Esoknya semua kembali beraktifitas.
Anak-anak sekolah, mas Sandi bekerja dan aku bersiap di rumah menunggu
kepulangan mereka. Sandi bekerja di salah satu perusahaan swasta ternama di
daerah Jakarta. Sandi sangat bertanggung jawab dengan pekerjaannya, dia gigih
berusaha demi mencari nafkah untuk anak istrinya. Tapi siang ini seseorang
nampak menelpon Sandi. “Haloo..mas Sandi yah”. ‘Iah..maaf ini siapa?ada perlu
apa?apakah saudara sudah membuat janji dengan sekretaris saya?”. “Halah, masa
kudu laporan sekretaris dulu sih mas, orang sama aku ini kok”. “Memang anda
siapa”, tanya Sandi bingung. “Mas lupa yah?, aku kekasih mu dulu yang sangat
kau cintai mas”. “Astaga, ini Maya, mau apa dia tiba-tiba datang di kehidupanku
sekarang”, pikir Sandi dalam hati. “Maya...oh...kamu”. “Yah..kok kamu cuma oh
doang sih mas, kamu nggak senang yah aku menghubungimu lagi?”. “Biasa saja May,
lagi pula kau belum tahu?”. “Tahu apa mas?”. “Kini aku sudah menikah dan sudah
memiliki tiga orang anak dari istriku”. “Kau sudah menikah mas? sejak kapan?”,
tanya Maya agak jengkel. “Sejak aku melupakanmu dari kehidupanku dan saat ini
adalah hidupku yang baru”. “Maaf Maya jika tak ada lagi yang penting, aku masih
harus bekerja, banyak pekerjaan sudah menungguku”. “Baiklah mas, tapi
kapan-kapan kita bisa bertemu kan mas, aku ingin melihatmu saat ini”. “Entahlah
Maya”. Sandi menyudahi pembicaraannya dengan Maya. Karna pekerjaannya jauh
lebih penting daripada Maya.
***
Perasaan Sandi semakin tak menentu. Ia
seakan dikejar-kejar masa lalu. Ia takut Maya akan merusak kehidupannya, yang kini
sudah sangat indah untukknya. Semua kini sudah berkumpul di meja makan untuk
makan malam. “Ayah...mau lauk apa?, tanyaku. “Apa saja mah, pasti semuanya enak
karna kau yang membuatnya”. “Ciee...ayah, so sweet prikitiw...”, goda Fiona.
“Husss..anak kecil, sok tau kamu”, kata Gadis. “Sudah...sudah lanjutkan makan kalian”, kataku
pada anak-anak. Usai santap malam, kami semua berkumpul di depan tv. Menonton
acara tv malam ini. Saat semua sedang menikmati acara, tiba-tiba terdengar
bunyi telepon. Fiona bergegas mengangkatnya.”Hallo...ini siapa”. “Ini tante
Maya, ini siapa?, tanya Maya. “Ini fiona”. “Oh kamu anaknya bapak Sandi yah?”.
“Ia tante benar, tante temannya ayah?”, tanya Fiona polos. Dengan cerdik Maya
langsung menjawab. “Iah benar Fiona, tante Maya teman lama ayah kamu, tante mau
ketemu ayah Fiona, tapi tante nggak tau rumahnya”. “Di perumahan Violet tante,
jalan bougenvill raya no. 244”. “Kamu besok libur nggak Fiona?tante mau ajak
Fiona jalan-jalan makan es krim”. “Fiona mau aja sih tante, tapi kan Fiona
belum kenal tante, kata mama jangan pergi sama orang yang belum dikenal”.
“Pintar juga anak ini, pikir Fiona dalam hati”. Tapi Maya terus membujuk Fiona.
“Kita ketemu di depan gang rumah Fiona aja yah, abis itu baru kita jalan, tante
juga punya foto ayah kamu, pokoknya tante ini baik kok”. “Yaudah besok kasih
unjuk Fiona foto tante sama ayah yah, biar Na percaya”. “Yaudah tante, Na udah
ngantuk mau bobo”. “Iah Fiona selamat malam, sampai ketemu besok”.
***
Keesokan harinya sepulang sekolah,
Fiona bertemu dengan Maya. “Fiona yah?”, tanya Maya. “Iah aku Fiona, ini tante
Maya yah berarti?”. “Iah sayang ini tante Fiona”. “Kamu habis pulang sekolah
yah?sudah makan belum?kita makan burger sama minum es krim di kedai situ yuk”,
bujuk Maya. “Kalo disana Maya mau tante soalnya nggak jauh dari rumah, ayo
deh”. Senang bisa membujuk Fiona, Maya pun melanjutkan aksinya. “Fiona pesan
aja yah yang kamu mau”. “Benar nih tante, terserah Na?”. “Iah..benar”. Fiona
dengan lahap menghabiskan makanan yang ada di depannya. “Mana tante
fotonya?”tanya Fiona menagih. “Sebentar tante cari di dompet...nah ini dia”,
sambil menyodorkan pada Fiona. “Ih,ayah masih muda banget tante”. “Iah, waktu
itu tante sama ayahmu kan masih sekolah”. “Wah, pasti ayah senang nih kalo
lihat foto ini, aku bawa yah tante”. “Eh jangan Fiona, biar tante aja, tante
kan mau kasih kejutan ke ayahmu, pokoknya Fiona diam-diam aja yah, jangan kasih
tau siapa-siapa kalo Fiona ketemu sama tante”. “Iah tante”.
***
Dengan berbagai alasan, Maya pun
mendapat banyak informasi dari Fiona. “Oh..sekarang mas Sandi menikah dengan mu
Dewi, hah tak aku sangka..diam-diam kau suka dengan Sandi”. “Lihat saja Dewi,
kau akan menyesal sudah mengambil mas Sandi dariku”.
***
Esoknya tiba-tiba saja Maya mendatangi
kantor Sandi. Dan bukan main kagetnya Sandi saat melihat Maya. “Mau apa kau
datang kemari?”. “Bertemu dengan mu mas”. “Maya, kita sudah tak ada hubungan
apa-apa lagi, jadi pergilah kau”. “Kenapa mas sekarang berbeda sih, pasti
gara-gara si Dewi”. “Bukan urusanmu”, hardik Sandi. “Baiklah aku akan ke rumah
mu dan...”. Belum usai Maya berbicara Sandi langsung saja memotong.
“Baiklah..baiklah, apa yang kau mau?tapi jangan pernah kau menginjak rumahku”.
“Nah, gitu dong mas, aku hanya ingin makan malam bersama mu,bisa kan mas malam
ini?”. “Baiklah, kau pilih tempatnya sendiri”.
***
Sandi sengaja tak pulang ke rumah,
karna takut Aku curiga. “Ibu...ayah malam ini pulang terlambat yah, ayah harus
bertemu klien asing”. “Baiklah yah, asal ayah jangan lupa makan ya dan jaga
kesehatan ayah”. “Baik bu”. Menyesal Sandi sudah berbohong pada istrinya. Tapi
kalau tidak Maya akan mengganggu kehidupan Dewi. Seusai menelpon Dewi, Sandi
langsung menyusul Maya di sebuah restoran. “Kok lama mas?”. “Jalanan macet”.
“Mas mau makan apa”. “Terserah saja”, jawab Sandi jutek. Karna merasa diacuhkan
Maya pun kesal. “Mas, jangan giniin aku dong”. “Sudahlah Maya aku capek
meladenimu, apa sebenarnya mau mu?”. “Aku mau mas kembali padaku”. “Gila kau
Maya...”. “Aku masih mencintaimu mas, sungguh”. “Persetan dengan rasa sayang mu
itu, aku tak perduli”. Sandi pun meninggalkan Maya dan pergi ke kamar mandi.
Karna kesal mendengar ucapan Sandi tadi, dengan cerdik Maya menaruh obat tidur
di minuman Sandi. Tak lama Sandi pun kembali dan meminum minuman miliknya.
Melihat itu Maya pun tersenyum. Tinggal menunggu reaksi obat beberapa menit.
“Aku pulang Maya, ini sudah larut malam”. “Kau akan pulang sendiri?”. “Ya”.
Obat itu pun bereaksi, Sandi pun
terjatuh di parkiran mobi. Dengan sigap Maya langsung membawa masuk Sandi ke dalam
mobil dan membawa Sandi ke sebuah hotel. Dengan keadaan Sandi yang tak sadarkan
diri, Maya pun puas melakukan hal yang sangat diinginkannya.
Pagi pun menjelang. Sandi panik karna
melihat tubuhnya tanpa pakaian. Dilihatnya sekelilingnya, tampak seperti hotel.
Saat Maya keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk, Sandi semakin
sadar dan tahu apa yang sudah Maya perbuat. “Kau sakit Maya...kau wanita
jahat”. “Kau yang melakukannya mas, kau mabuk dan mengajakku ke hotel ini”.
“Tidak...tak mungkin...!”. Sandi geram sekali pada Maya. Dia bingung dan merasa
berdosa pada istrinya.
***
“Mas, kok kamu tak pulang
semalam?”tanya Dewi. “Maaf bu, aku letih jadi aku menginap di hotel, aku tak
kuat membawa mobil karna rasa kantuk yang berat”. “Oyasudah yah tak apa, memang
lebih baik begitu”. “Maafkan aku Dewi, aku sangat bersalah padamu, aku memang
suami yang jahat untukmu, maafkan aku”, ucap Sandi dalam hati.
Hari-hari berlalu dan Maya juga tak
pernah terlihat lagi. Sandi bisa menjalani hidupnya dengan nyaman. Tapi Fiona
melupakan satu janjinya pada Maya. Saat semua berkumpul seperti biasa di ruang
keluarga, tiba-tiba Fiona berkata..”Ayah...tante Maya itu teman lama ayah ya?”.
Kontan saja Sandi gelagapan menjawab pertanyaan Fiona. Dia bingung dari mana
Fiona tahu tentang Maya, apakah Maya sudah.... “Ayah...benar atau tidak?”.
“Ah..iah benar Fiona”. Gadis, Angga dan Dewi menatap bersamaan ke arah Sandi,
untuk menunggu penjelasan selanjutnya. “Maya teman sekolah ayah waktu kuliah
dulu, ia anak orang yang terpandang pada saat itu”. “Oh begitu..”. Namun Dewi
belum merasa puas dengan jawaban Sndi tadi. “Ayah...ayah masih sayang sama Ibu
kan?”tanya Dewi. “Tentu ibu, ayah masih dan akan selalu sayang ibu apapun yang
terjadi”. “Maya itu siapa ayah?, benar dia hanya sekedar teman?kenapa Fiona
bisa mengenalnya?”. “Jujur saja ibu, ayah tak tahu kenapa Fiona bisa mengenal
Maya, tapi benar Maya hanya teman ku dan tak ada hubungan apa-apa antara aku
dengan nya bu”.
***
Lama tak terlihat, akhirnya Maya
muncul juga. Tapi kali ini dengan keadaan yang berbeda. Maya hamil. Perutnya
sudah terlihat membesar. Usia kandungannya sudah sembilan bulan, dia tinggal
menunggu lahirnya anak itu. “Dewi...aku akan segera mengambil mas Sandi dari
kehidupanmu”, ucap Maya sambil mengelus perutnya. Malam ini Maya berniat
mengatakan ini semua pada Dewi dan ia pun pergi ke rumah Sandi. “Permisi...”.
“Iah...”, sahut Gadis. Gadis bingung saat yang dilihatnya seorang wanita yang
sednag hamil. “Maaf mau cari siapa?”. “Aku ingin bertemu dengan ayahmu”. Gadis
semakin curiga dengan wanita ini, perasaannya pun semakin tak enak. “Bilang
pada ayahmu, Maya ingin bertemu”. Jelas sekarang, wanita itu adalah Maya, teman
lama ayah yang baru saja diceritakan ayahnya. “Tunggu sebentar”. Gadis pun
berlari dan memberitahu ayahnya. Sandi syok mendengarnya. Ia segera keluar.
Karna tak sabar menunggu, Maya pun masuk ke dalam rumah dan memanggil-manggil
nama Sandi. “Sandi...Sandi...diamana kau?”. Suasana rumah semakin panas dan tak
terkendali. Dewi juga kebingungan dengan semua ini.
Akhirnya Sandi muncul dan menghampiri
Maya. Kaget Sandi melihat perut Maya yang besar. Dia pun semakin berkeringat.
“Sandi, lihat perbuatanmu ini?, mana rasa tanggung jawabmu padaku?”ucap Maya.
Dewi menjadi lemas mendengar ucapan Maya. “Apa yang terjadi mas?apa yang telah
kau lakukan?benarkah semua ini ayah?”, tanya Dewi menangis. “Tentu saja benar,
kapan suamimu pernah pulang pagi?sembilan bulan yang lalu bukan?, pada saat
itulah ia melakukannya padaku”. “Tidak, ia berbohong Dewi, jangan kau percaya padanya”.
“Aku tak mengira ayah, mengapa kau tega melakukan ini pada ku dan anak-anak
mu”. “Aku mencoba setia mendampingimu selama ini, kenapa kau membalasnya dengan
seperti ini”. “Aku dijebak wanita jahanam ini Dewi, aku benar-benar tak tahu
apa yang sudah aku lakukan”. “Jelas kau tak tahu mas Sandi, saat itu kau mabuk
dan menggodaku”, ujar Maya. “Ayah...aku tak kira ayah sejahat ini pada ibu,
ayah jahat...aku benci ayah”,ujar Gadis. Melihat situasi ini Fiona hanya bisa
menangis dan memeluk ibunya.”Ibu...ayah kenapa?kenapa ayah diamarahi ibu?”.
Dewi tak sanggup untuk menjawab pertanyaan anakknya.
***
“Ceraikan aku mas”,ujar Dewi. “Tidak
Dewi aku tak bisa”. “Jadi kau ingin memadu ku mas?kau ingin menikahinya dan
membiarkannya tinggal bersama ku dan anak-anakku?tidak mas, aku tak rela”. “Aku
sudah kecewa padamu mas, aku mohon ceraikanlah aku dan pergilah dari
kehidupanku”. “Aku kira pernikahan kita akan langgeng selamanya, tapi kau
merusknya mas”. “Aku benar-benar dijebak Dewi, aku tak tahu”. “Baiklah jika ini
yang kau inginkan, besok akan segera ku urus perceraian kita”. Malam ini Dewi
tidur bersama ketiga anaknya tanpa Sandi disampingnya. Terdengar suara isak
tangis Dewi. Karna takut didengar anaknya ia pun keluar. “Mba....mas...ibu
kenapa?kok tadi ibu menangis?”. Angga dan Gadis saling bertatapan dan mencoba
menceritakannya pada Fiona. “Adek...ibu sedih karna ibu tak bisa bersama ayah
lagi”. “Kenapa mba?”. “Ada orang lain yang akan mebawa ayah pergi, dan kita tak
akan pernah bertemu ayah lagi Na”. “Tante Maya mba?”. “Iah”. Fiona menangis
sejadi-jadinya, walaupun ia masih tak mengerti apa yang terjadi. Tapi baginya
mendengar perpisahan kedua orangtuanya sangatlah menyedihkan.
***
Beres sudah semua urusan perceraian
Dewi dengan Sandi. Kini Sandi berpisah selamanya dengan Dewi dan anak-anaknya.
Dewi memutuskan untuk berpindah tempat dan memulai hidup barunya dengan ketiga
anaknya. Pagi ini, ia pergi meninggalkan rumah. Sandi hanya bisa melihat
kepergian mereka dari jauh, meneteslah air mata Sandi karna merasa sedih harus
berpisah dengan keluarga yang sangat disayanginya. Mobil pun melaju. Fiona
melihat Sandi berada dibelakang. “Ibu...itu Ayah...itu ayah ibu...”,ucap Fiona
menangis. Sedih Dewi melihat Fiona, tapi ini semua karana ulah ayahnya.
***
Sandi tak pernah tahu kemana Dewi dan
anak-anaknya pindah. Kini ia hidup bersama Maya. Setiap hari Sandi hanya
mabuk-mabukan dan pulang larut. Kehidupannya dengan Maya membuatnya tak
bahagia. Pekerjaannya dikantor pun terbengkalai. Maya hanya bisa marah-marah
padanya. “Kau harus mencari uang mas, susu Dika sudah habis dan aku tak punya
uang”,ucap Maya. “Berisik kau, aku tak pernah peduli dengan mu ataupun
anakmu!”.
Tak kuat dengan keadaan ini, Sandi
semakin tertekan dan depresi. Ia sering marah dan membanting barang-barang dirumah,
dan selesai itu dia menangis tak karuan lalu tertawa. Sandi mulai kehilangan
kontrol dirinya. Ia semakin tak sadarkan diri, jiwanya terganggu. Melihat
kondisi Sandi semakin parah, Maya berniat membuang Sndi di pinggir jalan. “Sana
kau, dasar manusia tak berguna, sudah gila kau Sandi”, ucap Maya.
***
Kehidupan Sandi sangat buruk, ia
benar-benar kehilangan akalnya. Ia tidur di trotoar jalan, tak pernah mandi,
badannya kotor dan tercium bau tak sedap. Ia makan dari tong-tong sampah yang
didapatnya. Ia...menyebut-nyebut terus nama Dewi...”Dewi...maafkan aku...aku
berdosa padamu”. Gadis, malam itu berniat mencari makan malam, tapi ia kaget
dengan apa yang dilihatnya. “Ayah...itu seperti ayah, tapi tak mungkin, ayah
kan sudah bersama wanita jahat itu, sudahlah aku pun tak peduli”, ucap Gadis
berlalu.
Comments
Post a Comment